Makayoa & “Mafato” yang Retak

Bagikan :

TERPOPULER

Pemerintah Kelurahan Akehuda Jaring Ratusan Pasangan...

Ternate - Pemerintah Kelurahan Akehuda merilis, sebanyak 120 orang bukan pasangan suami-istri (Pasutri) terjaring razia penyakit masyarakat (Pekat) di indekos. Razia pekat itu sendiri merupakan...

BACA JUGA

Pemerintah Kelurahan Akehuda Jaring Ratusan Pasangan Bukan Suami Isteri di Indekos

Ternate - Pemerintah Kelurahan Akehuda merilis, sebanyak 120 orang bukan pasangan suami-istri (Pasutri) terjaring razia penyakit masyarakat (Pekat) di indekos. Razia pekat itu sendiri merupakan...

Wacana pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) Makayoa Kepulauan mengemuka sebagai jalan strategis memutus kesenjangan dan mempercepat pembangunan kawasan gugus pulau di bagian barat Halmahera Selatan. Namun seperti setiap gagasan besar lainnya, langkah ini tak luput dari kritik. Beberapa tokoh muda bahkan mantan anggota DPRD Halsel asal Makayoa menyatakan penolakan terbuka, mempertanyakan kesiapan, arah perjuangan, hingga risiko menimbulkan fragmentasi atau sekat-sekat sosial.

Di tengah perdebatan itu, muncul sebuah metafora tajam dari Safrin H. Armaiyn. Lelaki yang biasa disapa Phafv Dhude ini adalah birokrat senior Makayoa yang selama ini aktif menyuarakan pentingnya Makayoa menulis sejarahnya sendiri. Dalam ungkapan reflektifnya, ia menyatakan:

> “Makayoa itu seperti mafato dalam kebun Maluku Utara. Jika mafato sudah retak dan rapuh, maka pedang bisa terlepas, tangan bisa luka, dan kerja di kebun tidak akan membuahkan hasil yang baik. Belah kelapa pun pedang bisa melayang, bahkan mencelakai diri sendiri. Maka perbaikilah mafato itu dulu, supaya hasil olah kebun maksimal.”

Mafato, dalam tradisi kita, adalah gagang pedang atau penyangga utama alat perjuangan. Jika mafato retak, maka pedang (alat atau instrumen perjuangan) menjadi berbahaya, tidak terkendali, bahkan bisa menyakiti kita sendiri. Metafora ini menjadi tamparan halus bagi masyarakat Makayoa yang kini tengah terbelah antara yang ingin maju dan yang masih ragu.

Penolakan terhadap DOB Makayoa Kepulauan memang bukanlah nista atau dosa. Ia adalah ungkapan kegelisahan yang wajar dalam proses perubahan. Namun yang patut disayangkan adalah ketika kritik justru menjelma menjadi kemacetan gagasan, ketidakpercayaan kolektif, dan hilangnya keberanian untuk membayangkan masa depan yang lebih baik. Phafv Dhude melanjutkan refleksinya:

> “Kita tidak bisa terus menggantungkan nasib rakyat Makayoa kepada dahan yang kering dan rapuh. Kita tidak bisa berteduh di bawah pohon yang tak lagi berbuah. Kita harus berani menanam pohon baru, yang akarnya kuat dan buahnya bisa dinikmati generasi ke depan.”

DOB Makayoa Kepulauan bukan hanya tentang pemekaran wilayah. Ia adalah simbol pembaruan struktur, penataan ulang distribusi keadilan, serta ikhtiar membangun mafato baru-sebuah pegangan bersama yang kokoh, tempat ditancapkannya pedang perjuangan yang tidak hanya tajam tetapi juga terkendali.

Komentar bijak juga datang dari Nas Ula, salah satu anak muda Makayoa, yang menyarankan agar proses ini tidak terjebak dalam debat kusir, melainkan dibawa pada ruang dialog dan penguatan data:

> “Coba Ketua luangkan waktu, la silaturahmi deng Ko Muhammad A. Adam, la bacarita dulu. Karena beliau itu waktu itu masuk tim pemekaran bersama Almarhum Iqbal Djoge. Beliau lebih paham dan tau. Supaya tong siapkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan persyaratan DOB.”

Pernyataan ini adalah sinyal penting bahwa membangun mafato baru bukan hanya soal semangat, tapi juga ketepatan langkah, komitmen, dan penghormatan terhadap pengalaman, serta kerja kolektif yang tertata. Proses menuju DOB harus dibarengi dokumentasi yang lengkap, kesiapan instrumen, legalitas yang kuat, dan strategi komunikasi yang matang, bukan hanya pada pemerintah pusat, tetapi juga kepada masyarakat MAKAYOA sendiri.

Sejarah, sebagaimana dikatakan, bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah milik mereka yang berani menulis babak baru. Kita tidak harus terus terjebak dalam glorifikasi struktur lama yang kini hanya menjadi sisa monarki tanpa daya politik dan ekonomi. Justru saat inilah momentum Makayoa menuliskan sejarahnya sendiri—bukan dalam satu versi tunggal, tetapi dalam keberagaman tafsir yang saling menguatkan.

Tentu, memperkuat mafato bukan perkara mudah. Ia menuntut konsolidasi, konsistensi-kesabaran, dan kesiapan institusional. Tapi jauh lebih berbahaya jika kita membiarkan mafato tetap retak, lalu berharap bisa membersihkan kebun dengan hasil yang baik. Seperti halnya berkebun dan memancing, hanya alat yang baik dan pegangan yang kuat yang dapat menghasikan hasil-panen yang berkualitas.

Berhentilah berdebat tentang bentuk pedang, dan mulailah memperkuat mafato kita bersama.
Makayoa membutuhkan mafato baru. Kebersamaan, visi bersama, dan keberanian tuk menulis sejarah sendiri.
Jangan biarkan pedang perubahan kehilangan arah hanya karena kita takut mengganti gagang lama.

BERITA DAERAH

LIHAT SEMUA

Minim Perhatian, Ini Kondisi Salah Satu...

Labuha - Jauh dari kemewahan dan gemerlapnya suasana kota serta minim perhatian dari pemerintah, baik itu pemerintah Pusat maupun Daerah, beginilah kondisi jembatan darat...

Pemdes Guruapin Kayoa Salurkan Insentif Selama...

Halsel - Pemerintah Desa Guruapin, Kecamatan Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) telah menyalurkan insentif Tahap I yakni Januari hingga Juni tahun 2025. Penyaluran insentif kepada...

Persoalan APMS Kayoa Utara, Warga dan...

Labuha - Persoalan pemalangan pintu masuk Agen Penyalur Minyak dan Solar (APMS) di Desa Laromabati, Kecamatan Kayoa Utara, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), berujung damai...

SAAT INI

Dua Hari Lagi Pelaksanaan CSS XXIII AKOPSI 2025, Walikota...

Ternate - Walikota Ternate M. Tauhid Soleman perintahkan semua instansi pelaksana teknis...

BERITA UTAMA

Peringati HUT Kemerdekaan RI ke-80 Tahun...

Ternate - Dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-80 Tahun 2025, Wanita Selam Indonesia (WASI) bersama Pemerintah Provinsi Maluku Utara menyelenggarakan Upacara Bawah Laut...

Satpas Polres Ternate Siap Layani Urus...

Ternate - Dalam rangka memberikan legalitas berkendara kepada masyarakat, Unit Regident Satpas Polres Ternate kembali melaksanakan pelayanan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) pada Jumat,...

Polres Ternate Ungkap Kasus Narkotika Jenis...

Ternate - Kapolres Ternate AKBP Anita Ratna Yulianto, S.I.K., M.H., melalui Kasi Humas AKP Umar Kombong, S.H., mengumumkan bahwa Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres...

REKOMENDASI

Pemerintah Kelurahan Akehuda Jaring Ratusan Pasangan Bukan Suami Isteri di Indekos

Ternate - Pemerintah Kelurahan Akehuda merilis, sebanyak 120 orang bukan pasangan suami-istri (Pasutri) terjaring razia penyakit masyarakat (Pekat) di indekos. Razia pekat itu sendiri merupakan...

Dinkop dan UKM Ternate Akan Bentuk...

Ternate - Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Kota Ternate akan membentuk koperasi ojek pangkalan. Kepada media ini, Rabu (31/05), Kepala Dinas Koperasi dan...

Kabulog Ternate Tegaskan Para Mitra Agar...

Ternate - Kepala Cabang Bulog Ternate, Zadrach Evert Pattiwael, tegaskan kepada toko-toko atau mitra Perum Bulog Cabang Ternate, Maluku Utara (Malut), agar tak bermain...

Besaran Retribusi PKL di Pasar Higenis...

Ternate - Berdasarkan Perwali Kota Ternate Nomor 17, tahun 2008, Petugas pasar Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD) Pasar Kota Ternate, melakukan penarikan retribusi terhadap...

Jokowi: Harga Pertamax-Pertalite Bisa Naik karena...

Jakarta - Presiden Jokowi menyebut ada kemungkinan harga bahan bakar (BBM) akan mengalami kenaikan imbas perang Israel-Hamas. Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam pembukaan Rakernas Projo di Indonesia Arena,...

IKLAN

Makayoa & “Mafato” yang Retak

Wacana pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) Makayoa Kepulauan mengemuka sebagai jalan strategis memutus kesenjangan dan mempercepat pembangunan kawasan gugus pulau di bagian barat Halmahera Selatan. Namun seperti setiap gagasan besar lainnya, langkah ini tak luput dari kritik. Beberapa tokoh muda bahkan mantan anggota DPRD Halsel asal Makayoa menyatakan penolakan terbuka, mempertanyakan kesiapan, arah perjuangan, hingga risiko menimbulkan fragmentasi atau sekat-sekat sosial.

Di tengah perdebatan itu, muncul sebuah metafora tajam dari Safrin H. Armaiyn. Lelaki yang biasa disapa Phafv Dhude ini adalah birokrat senior Makayoa yang selama ini aktif menyuarakan pentingnya Makayoa menulis sejarahnya sendiri. Dalam ungkapan reflektifnya, ia menyatakan:

> “Makayoa itu seperti mafato dalam kebun Maluku Utara. Jika mafato sudah retak dan rapuh, maka pedang bisa terlepas, tangan bisa luka, dan kerja di kebun tidak akan membuahkan hasil yang baik. Belah kelapa pun pedang bisa melayang, bahkan mencelakai diri sendiri. Maka perbaikilah mafato itu dulu, supaya hasil olah kebun maksimal.”

Mafato, dalam tradisi kita, adalah gagang pedang atau penyangga utama alat perjuangan. Jika mafato retak, maka pedang (alat atau instrumen perjuangan) menjadi berbahaya, tidak terkendali, bahkan bisa menyakiti kita sendiri. Metafora ini menjadi tamparan halus bagi masyarakat Makayoa yang kini tengah terbelah antara yang ingin maju dan yang masih ragu.

Penolakan terhadap DOB Makayoa Kepulauan memang bukanlah nista atau dosa. Ia adalah ungkapan kegelisahan yang wajar dalam proses perubahan. Namun yang patut disayangkan adalah ketika kritik justru menjelma menjadi kemacetan gagasan, ketidakpercayaan kolektif, dan hilangnya keberanian untuk membayangkan masa depan yang lebih baik. Phafv Dhude melanjutkan refleksinya:

> “Kita tidak bisa terus menggantungkan nasib rakyat Makayoa kepada dahan yang kering dan rapuh. Kita tidak bisa berteduh di bawah pohon yang tak lagi berbuah. Kita harus berani menanam pohon baru, yang akarnya kuat dan buahnya bisa dinikmati generasi ke depan.”

DOB Makayoa Kepulauan bukan hanya tentang pemekaran wilayah. Ia adalah simbol pembaruan struktur, penataan ulang distribusi keadilan, serta ikhtiar membangun mafato baru-sebuah pegangan bersama yang kokoh, tempat ditancapkannya pedang perjuangan yang tidak hanya tajam tetapi juga terkendali.

Komentar bijak juga datang dari Nas Ula, salah satu anak muda Makayoa, yang menyarankan agar proses ini tidak terjebak dalam debat kusir, melainkan dibawa pada ruang dialog dan penguatan data:

> “Coba Ketua luangkan waktu, la silaturahmi deng Ko Muhammad A. Adam, la bacarita dulu. Karena beliau itu waktu itu masuk tim pemekaran bersama Almarhum Iqbal Djoge. Beliau lebih paham dan tau. Supaya tong siapkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan persyaratan DOB.”

Pernyataan ini adalah sinyal penting bahwa membangun mafato baru bukan hanya soal semangat, tapi juga ketepatan langkah, komitmen, dan penghormatan terhadap pengalaman, serta kerja kolektif yang tertata. Proses menuju DOB harus dibarengi dokumentasi yang lengkap, kesiapan instrumen, legalitas yang kuat, dan strategi komunikasi yang matang, bukan hanya pada pemerintah pusat, tetapi juga kepada masyarakat MAKAYOA sendiri.

Sejarah, sebagaimana dikatakan, bukan hanya milik masa lalu. Ia adalah milik mereka yang berani menulis babak baru. Kita tidak harus terus terjebak dalam glorifikasi struktur lama yang kini hanya menjadi sisa monarki tanpa daya politik dan ekonomi. Justru saat inilah momentum Makayoa menuliskan sejarahnya sendiri—bukan dalam satu versi tunggal, tetapi dalam keberagaman tafsir yang saling menguatkan.

Tentu, memperkuat mafato bukan perkara mudah. Ia menuntut konsolidasi, konsistensi-kesabaran, dan kesiapan institusional. Tapi jauh lebih berbahaya jika kita membiarkan mafato tetap retak, lalu berharap bisa membersihkan kebun dengan hasil yang baik. Seperti halnya berkebun dan memancing, hanya alat yang baik dan pegangan yang kuat yang dapat menghasikan hasil-panen yang berkualitas.

Berhentilah berdebat tentang bentuk pedang, dan mulailah memperkuat mafato kita bersama.
Makayoa membutuhkan mafato baru. Kebersamaan, visi bersama, dan keberanian tuk menulis sejarah sendiri.
Jangan biarkan pedang perubahan kehilangan arah hanya karena kita takut mengganti gagang lama.

Bagikan :

Artikel Terkait

Baca Juga

Pemerintah Kelurahan Akehuda Jaring Ratusan Pasangan...

Ternate - Pemerintah Kelurahan Akehuda merilis, sebanyak 120 orang bukan pasangan suami-istri (Pasutri) terjaring razia penyakit masyarakat (Pekat) di indekos. Razia pekat itu sendiri merupakan...

Iklan

error: Content is protected !!
Too Many Requests