Ternate — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM), mendesak kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, untuk mengevaluasi kinerja jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Maluku Utara (Malut) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Ternate.
Desakan ini dilakukan oleh DPP GPM, karena pihaknya menilai bahwa penanganan sejumlah kasus dugaan Korupsi di wilayah Malut, hingga saat ini tidak menemui titik terang alias masih tersendat di pintu Kejaksaan, baik Kejaksaan Tinggi Malut maupun Kejaksaan Negeri Kota Ternate.
Wasekjen DPP GPM, Abdur Rajab Saputra, kepada media ini, Jum’at (20/5), menyampaikan bahwa pihaknya mendesak Kejagung RI, agar mengevaluasi kinerja Kejati Malut dan Kejari Kota Ternate, karena dinilai lamban dalam menangani sejumlah kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hingga saat ini.
Putra sapaan akrab Abdur Rajab Saputra, mengungkapkan, misalkan salah satu kasus dugaan Tipikor yang di tangani oleh Kejari Ternate, yakni anggaran Hari Olahraga Nasional (Haornas) Kota Ternate tahun 2018, dimana anggaran ini melalui dana shaering Pemerintah Pusat (Pempus) serta Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate, yang bersumber dari APBN dan APBD.
“Kasus Haornas tahun 2018 ini, diduga kuat menyeret mantan Sekertaris Daerah Kota Ternate yang saat ini menjabat selaku Walikota Ternate. Dimana dirinya saat itu menjabat selaku Ketua Tim Anggara Pemerintah Daerah ( TPAD),” Beber Putra.
Selain itu kata Putra, ada juga penanganan kasus dugaan Tipikor pengelolaan dana penyertaan modal pada Perusahan Daerah ( Perusda ) Kota Ternate, tahun anggaran 2016-2018, yang saat ini di tangani Kejati Malut namun hingga saat ini belum ada titik terangnya.
Putra menegaskan, terkait dengan status hukum sejumlah kasus dugaan Tipikor diwilayah Malut khususnya di Kota Ternate, yang tak kunjung diselesaikan oleh pihak Kejaksaan tersebut, maka pihaknya berkomitmen akan terus mengawal proses hukumnya hingga selesai, sebab sebagai Marhaenis pihaknya menilai Korupsi adalah merupakan tindakan yang suda keluar dari nilai-nilai Pancasila.
“Hal ini karena Korupsi bukan hanya mengekploitasi hak masyarakat secara sosial, namun tindakan melawan hukum ini juga telah mengekploitasi hak ekonomi masyarakat secara luas, selain itu tindak pidana korupsi ini juga telah melanggar ketentuan undang-undang Nomor: 20 tahun 2001, atas perubahan undang-undang Nomor; 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” terang Putra.
Putra menambahkan bahwa, pelayanan pemerintah terhadap masyarakat adalah satu keharusan konstitusi yang wajib di patuhi dan di laksanakan sebagaimana mestinya, tanpa ada penyimpangan dalam setiap dan atau kebijakan-kebijakan Pemerintah itu sendiri.
“Akan tetapi suda berapa fase yang telah kita lewati bersama dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara, ternyata yang di temui dan kita alami saat ini, yakni kebijakan – kebijakan Pemerintah yang telah keluar jauh dari cita-cita revolusi 17 Agustus 1945, yaitu membangun masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan prakatek pemerintah ahir-ahir ini cenderung menampakan banyak dugaan praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN),” tutupnya.
Untuk diketahui, indeks prestasi korupsi di Indonesia berada pada peringkat ke 90 dari 197 negara bahkan motif korupsi banyak terjadi pada proses pelayanan birokrasi pemerintah, serta pengadaan barang dan jasa pemerintah baik Pusat maupun Daerah.