Ternate – Dugaan pemalsuan dokumen Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Tidore Kepulauan (Tikep), kini sudah masuk ke ranah hukum dan telah disidangkan di Pengadilan Negeri Tikep, namun seakan terus menjadi sorotan publik terutama para praktisi hukum, dimana ini terus mendesak Polresta Tikep untuk menetapkan Ketua PAN Tikep sebagai tersangka pemalsuan dokumen tersebut. Hal inipun langsung ditanggapi oleh praktisi hukum Muhammad Konotasi, SH. MH, yang juga merupakan Ketua Peradi Ternate.
Muhammad Konoras, kepada media ini Senin, (16/10), menyampaikan bahwa orang yang mendesak Polresta Tikep untuk menetapkan Ketua PAN Tikep, Umar Ismail, sebagai tersangka dugaan kasus pemalsuan dokumen Bacaleg tersebut, dinilai keliru dalam memahami konstruksi hukum dari sebuah peristiwa pidana.
Menurutnya, dugaan kasus pemalsuan dokumen Bacaleg berupa Surat Keterangan Kesehatan yang saat ini sedang berproses di Pengadilan Negeri Soasio Tikep dengan status, Umar Ismail, sebagai saksi ini sudah tepat adanya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika kita menghendaki dan atau mendesak seseorang harus menjadi tersangka dalam sebuah peristiwa pidana, maka kita tidak hanya sekedar membaca berita di media saja, akan tetapi kita juga harus membaca dan memahami Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan Kepolisian. Jika tidak maka kita akan keliru mengkonstruksikan sebuah peristiwa hukum dan peristiwa pidana, dan seenaknya memaksakan orang yang tidak melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana untuk dijadikan tersangka,” jelasnya.
Lanjut Muhammad, hal ini sudah jelas bedasarkan BAP penyidikan kepolisian Polresta Tikep terbukti, Umar Ismail, bukan sebagai orang yang membuat dokumen palsu atau pun memalsukan surat keterangan kesehatan dari Rumah Sakit, dan bukan pula sebagai orang yang menggunakan Surat Keterangan palsu tersebut.
“Artinya bahwa didalam doktrin Ilmu Hukum Pidana jika terjadi dugaan pemalsuan surat maka pertama tama dicari adalah pelaku pembuat surat palsu dimaksud, kemudian apakah surat palsu itu digunakan atau tidak, jika surat palsu itu digunakan dalam sebuah syarat pencalonan dan sudah sah dinyatakan dan atau diterima oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka telah terjadi delik pidana dan orang atau subjek yang menggunakan surat palsu tersebut juga harus dijadikan sebagai tersangka,” terangnya.
Patut diketahui, kata Muhammad, bahwa dalam kasus persyaratan calon anggota DPRD dari DPD PAN Tikep, ini tidak terbukti adanya indikasi keterlibatan Umar Ismail baik sebagai orang yang membuat, ataupun sebagai orang yang menggunakan surat keterangan palsu dimaksud. Dan fakta secara administrasi membuktikan bahwa KPU Tikep telah menyatakan surat keterangan kesehatan palsu yang dimasukan sebagai syarat pencalonan anggota DPRD asal PAN ini, dinyatakan cacat formil atau cacat hukum dan atau tidak memenuhi syarat administrasi sebagai calon, oleh karena itu persyaratan calon tersebut telah dikembalikan kepada Partai PAN untuk diperbaiki.
Ia menambahkan sesuai pengakuan Ketua KPU Tikep bahwa semua persyaratan calon anggota DPRD Tikep asal Partai PAN telah memenuhi syarat pencalonan.
“Artinya secara prosedur surat keterangan kesehatan palsu dimaksud telah telah digantikan dengan surat keterangan kesehatan baru yang sah secara hukum, sehingga ini tidak ada lagi persoalan,” tegasnya.
Muhammad berpendapat bahwa jika Hakim dengan cermat dalam melihat semua unsur delik dari Pasal yang didakwakan kepada admin PAN Tikep, Ibnu, dan dikaitkan dengan perbuatan material yang dilakukan oleh Ibnu maka tidak atau belum menimbulkan akibat hukum.
“Olehnya itu saya yakin terdakwa Ibnu dapat dibebaskan dari segala tuntutan Jaksa atau paling tidak terdakwa Ibnu lepas dari semua tuntutan hukum,” pungkasnya
“Selaku orang yang menggeluti dunia praktisi hukum sejak 1996 sampai sekarang saya melihat penetapan tersangka oleh Gakumdu terhadap Ibnu ini merupakan sebuah tindakan yang keliru, karena surat keterangan kesehatan dari Rumah Sakit yang diduga palsu itu belum menimbulkan akibat hukum karena tidak diterima oleh KPU Tikep,” tambah Muhammad
Ia juga menjelaskan bahwa sebagai praktisi hukum tidak boleh mengkonstruksikan sebuah Pasal pidana hanya secara parsial semata tapi harus secara utuh, karena delik pidana pemalsuan surat itu harus dilihat dalam perspektif apakah surat keterangan palsu itu telah ditetapkan oleh KPU sebagai syarat yang telah memenuhi syarat administrasi secara sah dan telah diumumkan ke publik atau belum.
“Jika surat palsu itu belum diumumkan oleh KPU Tikep sebagai syarat administrasi yang sah dalam Daftar Calon Tetap (DCT) calon Anggota DPRD maka surat keterangan kesehatan yang diduga palsu tersebut tidak bisa dikualifisir sebagai yang telah digunakan karena itu belum juga menimbulkan akibat dipidana,” katanya
Menurut Muhammad, lain hal kalau KPU Tikep telah menerima dokumen surat palsu atau surat keterangan kesehatan palsu, dan telah menetapkan bahwa calon yang bersangkutan telah memenuhi syarat dan sah menjadi Calon Anggota DPRD Tikep, barulah ini bisa menimbulkan akibat pidana.
Meski begitu, kasus tersebut Muhammad juga tidak membantah jika semua itu adalah kewenangan absolut Hakim, yang menilai segala fakta hukum yang timbul dalam persidangan dan memutuskan berdasarkan keyakinannya.
“Dan apapun putusannya wajib harus diterima semua pihak,” tutupnya.