Sofifi – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Malaku Utara, rutin lakukan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan masalah korban kekerasan.
Hal ini merujuk pada undang-undang no 12 tahun 2022 UU tentang Pencegahan segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS); Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Hak Korban serta koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan juga kerja sama internasional agar Pencegahan dan Penanganan Korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif.
Selain itu, diatur juga keterlibatan Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemulihan Korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
Hal ini dikemukakan Kepala Dinas P3A Malut, Hj. Musrifah Alhadar, saat di konfirmasi awak media, Senin (27/05).
“Kami selalu melakukan upaya koordinasi Aparat Penegak Hukum dalam penanganan korban-korban kekerasan, dan sejauh ini yang saya lihat, untuk penanganan korban kekerasan perempuan dan anak betul-betul menjadi prioritas, tidak ada lagi celah untuk para pelaku di bebaskan,” ujar Musrifah
Khusus untuk kekerasan seksual, kata Kadis, telah ada Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mana dengan satu alat bukti saja bisa menjerat pelaku.
“Ini yang mudah-mudahan bisa jadi payung hukum sehingga tidak banyak lagi terjadi korban-korban kekerasan, itu yang saya harapkan,” harap Dia.
Musrifah juga mengatakan, bahwa masing-masing kabupaten/kota hingga provinsi telah memiliki Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan sudah melaksanakan kinerja yang maksimal.
” Jadi mereka punya Standard Operating Procedure (SOP) atau Prosedur Operasi Standar nya sudah sangat jelas, mulai dari tahapan pelaporan, sampai pada pendampingan dalam suatu kasus yang terjadi,” terangnya.