Ternate –Â Kerusakan lingkungan akibat ulah perusahan pertambangan di wilayah Provinsi Maluku Utara (Malut) semakin menjadi-jadi, meski daerah ini selalu dikunjungi para petinggi negara.
Hal tersebut disampaikan Direktur Lembaga Social, Politik dan Energi (Senergi) Indonesia, Isra Anwar, kepada media ini Kamis (11/5).
Begitupun pada kunjungan Menko Marves RI dan rombongan yang dicanangkan pada Jum’at 12 Mei 2023 besok di PT. IWIP di Kabupaten Halmahera Tengah (Hal-Teng), Malut. Isra menduga kunjungan tersebut sama sekali tidak ada agenda dan pembahasan terkait dengan penanganan kerusakan lingkungan akibat eksplorasi dan produksi tambang nikel Hal-Tim khususnya dan Malut pada umumnya.
“Sebagai salah satu daerah yang memiliki cadangan nikel terbesar di Indonesia, dengan menyumbang 30 persen dari cadangan nikel nasional, mestinya Maluku Utara mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah pusat terhadap kerusakan lingkungan akibat eksplorasi dan produksi pertambangan nikel tersebut,” pungkasnya.
Namun sejauh ini lanjut Isra, dirinya melihat tidak ada perhatian yang serius dalam hal penanganan kerusakan lingkungan di Malut oleh pemerintah pusat. Padahal kerusakan lingkungan akibat eksplorasi dan produksi tambang nikel sangat memprihatinkan, mulai dari eksploitasi hutan yang berskala besar, pembuangan limbah sampai pada pengelolaan nikel yang tidak ramah lingkungan.
Ia menambahkan, dampak dari pengelolaan yang tidak ramah lingkungan dan bekelajutan, dapat menyebabkan peningkatan suhu global karena meningkatnya emisi karbon yang di hasilkan oleh pembakaran pada smilter, serta pembangkit listrik yang masih menggunakan batu bara.
“Hal ini jelas bertentangan dengan semangat transi energi, yang sudah di tetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dimana pada tahun 2060 Indonesia sudah harus net zero emesion,” bebernya.
Lebih lanjut, Isra, menegaskan pemerintah harus tegas dalam hal ini sehingga ini tidak terkesan perusahan hanya mengeruk sumber daya alam saja, dan tidak memperhatikan kerusakan lingkungan sehingga tidak di tangani dengan serius. Jika ini terus dibiarkan maka masyarakat Malut, ke depan akan menanggung seluruh beban kerusakan lingkungan, akibat dari eksplorasi dan produksi pertambangan nikel yang tidak ramah lingkungan.
“Pemerintah daerah dan stakeholder terkait patunya memberikan sikap tegas terhadap perusahan-perusahan yang mengabaikan aspek lingkungan, sebab semua itu sudah di atur dalam peraturan dan standar perlindungan lingkungan pertambangan,” tutupnya.