“Pada tahun 2020-2021 semua negara di dunia termasuk Indonesia merasakan dampak pandemi COVID-19. Pertumbuhan ekonomi nasional menurun pada triwulan II 2020 sebesar minus 5,32%. Meski demikian, pada triwulan II 2021, perekonomian Indonesia kembali tumbuh positif sebesar 7,07%, dan sebesar 3,51% pada triwulan III 2021. Dan infrastruktur merupakan sektor esensial yang menjadi motor penggerak sektor riil untuk menopang pemulihan ekonomi nasional.”
Demikian sepenggal kalimat pembuka yang saya kutip dalam buku Konstruksi Indonesia 2021 yang bertema “Era Baru Konstruksi; Berkarya Menuju Indonesia Maju,” buku yang diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), itu menjadi panduan bagi pelaku jasa konstruksi dan masyarakat jasa konstruksi pada umumnya. Tentu artikel dalam buku Konstruksi Indonesia 2021 disusun oleh banyak pihak, namun secara jelas adalah upaya pemerintah untuk membangun budaya konstruksi baru, yang lebih mengedepankan prinsip-prinsip berkelanjutan (sustainability) untuk kemajuan bersama. Seperti yang dikatakan oleh Mas Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, M. Basuki Hadimuljono dalam pengantar buku Konstruksi Indonesia 2021, “bahwa kedepan kita harus membangun lebih banyak lagi infrastruktur yang berkualitas, smart dan ramah lingkungan.”
Untuk mengawali tulisan ini, secara radikal saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan mendasar untuk merangsang lebih jauh nalar pikir kita. Mengapa konstruksi berkelanjutan itu diterapkan? Atau apa pentingnya konsep konstruksi berkelanjutan itu? Kalau memang penting, kenapa tidak digaungkan atau diterapkan dari awal? Selanjutnya, apa manfaat dari konstruksi berkelanjutan?
Untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas, saya ingin berangkat dari satu deskripsi sederhana tentang konsep berkelanjutan. Bahwa konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) tidak dapat lepas dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan pun menjadi isu global sehingga menuntut para pelaksananya yang datang dari berbagai sektor untuk lebih memperhatikan lingkungan, termasuk juga sektor konstruksi. Segala aspek dari segala sektor industri ini dituntut untuk menerapkan pendekatan yang lebih rama lingkungan, mulai dari persiapan, teknologi yang diterapkan, teknis pelaksanaan, produk yang dihasilkan hingga proses akhirnya. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa mendatang. Sementara itu, pengertian konstruksi berkelanjutan adalah bentuk implementasi dari konsep pembangunan ramah lingkungan (green construction) oleh para pelaku konstruksi dalam rangka memenuhi tantangan pembangunan yang berkelanjutan.
Konstruksi berkelanjutan di dalam konteks pembangunan berkelanjutan, penerapannya mencakup tiga aspek berikut, yaitu aspek berkelanjutan sosial, aspek berkelanjutan ekonomi, dan aspek berkelanjutan lingkungan atau ekologi.
Aspek Berkelanjutan Sosial
Dari sudut pandang sosial, konstruksi berkelanjutan diimplementasikan dengan bangunan yang mampuh merespon kebutuhan sosial, emosional dan psikologis penggunanya. Sudah menjadi fitrah manusia untuk memiliki kebutuhan sosial, seperti berkomunikasi dengan sesama, kebutuhan akan pendidikan dan kegiatan bersama lainnya. Untuk kepentingan itu, setiap bangunan hendaknya juga menyediakan lingkungan yang inklusif yang dapat menjadi wadah interaksi penggunanya dengan lingkungan sekitar.
Faktor kenyamanan bangunan juga merupakan hal yang perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi kondisi emosional dan psikologis penghuninya. Kenyamanan tersebut tidak hanya dari segi desain, tetapi juga dari segi fasilitas, ruang publik, akses menuju lokasi bangunan dan kemudahan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan efektivitas penggunanya dalam beraktivitas.
Aspek Berkelanjutan Ekonomi
Sektor konstruksi berperan sebagai indikator pesat atau tidaknya kemajuan pembangunan suatu negara. Peran sektor ini dalam mendukung pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat (terutama masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi bangunan), juga sebagai pengguna material konstruksi yang merupakan material lokal dan diproduksi dari sumber daya lokal pula.
Dalam konteks berkelanjutan secara ekonomi, maka metode konstruksi berkelanjutan bisa diterapkan melalui beberapa hal, seperti efisiensi dalam desain, efisiensi dalam material agar tidak menimbulkan sisa material yang berlebihan, fleksibilitas atau kemampuan bangunan untuk beradaptasi dengan berbagai kebutuhan atau fungsi sehingga dimasa datang bangunan bisa bertumbuh tanpa harus dibongkar secara total, serta efisiensi biaya operasional.
Selain itu harus diperhitungkan bahwa setelah bangunan selesai hendaknya memiliki nilai kebermanfaatan bagi lingkungan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian proyek bangunan yang dihasilkan tidak hanya memiliki nilai investasi jangka panjang, tetapi juga memiliki nilai berkelanjutan dengan merangsang pertumbuhan ekonomi lokal.
Aspek Berkelanjutan Lingkungan Atau Ekologi
Seperti yang diketahui bersama bahwa kondisi ekosistem global saat ini sudah rusak karena eksploitasi secara berlebihan diberbagai sektor. Tak dapat dipungkiri, sektor konstruksi selaku pengguna material dan energi terbesar, memberi peran besar dalam penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu diperlukan tindakan nyata dalam melestarikan dan mengembalikan kualitas ekologi tersebut.
Dari sisi konstruksi berkelanjutan, tindakan yang bisa dilakukan, antara lain dengan memanfaatkan peralatan, material dan produk konstruksi lainnya yang hemat energi dan ramah lingkungan. Disamping itu, penanganan limbah harus menjadi prioritas dalam proyek konstruksi dengan membuat instalasi pengelolaan limbah agar tidak meracuni lingkungan dan makhluk hidup di lokasi proyek.
Manfaat Konstruksi Berkelanjutan
Dari sisi masalah lingkungan, mengadopsi metode konstruksi berkelanjutan tentunya akan mengurangi dampak negatif proyek konstruksi terhadap lingkungan. Namun diluar masalah lingkungan, terdapat manfaat yang lebih nyata dari penerapan konstruksi berkelanjutan ini.
Bangunan ramah lingkungan (green building) memiliki biaya operasional yang lebih rendah. Beberapa penilitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teknologi berkelanjutan yang terbaru dalam proses konstruksi, berpotensi menghasilkan penghematan dalam setahunnya.
Dengan mengurangi limbah, terjadi penghematan secara langsung pada proyek konstruksi dalam kaitannya dengan pengurangan biaya yang dikeluarkan untuk perusahan pengelola limbah proyek. Disamping itu, melalui penggunaan kendaraan proyek dengan lebih efisien, maka akan menghemat biaya bahan bakar. Ada satu hal lagi yang juga bisa memberikan keuntungan bagi perusahan konstruksi yang menerapkan konstruksi berkelanjutan, yaitu dapat meningkatkan reputasi perusahan dengan menunjukkan rasa tanggung jawab sosial perusahan tersebut.
Diharapkan konstruksi berkelanjutan melalui desain bangunan yang harmonis dengan alam pada akhirnya dapat mendukung dan menjaga ekosistem lingkungan agar tidak punah. Hal itu selaras dengan prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu menjaga bumi dalam kondisi yang tetap dapat mendukung kehidupan dimasa mendatang.
Analisa Ekonomi Politik
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada dasarnya industri konstruksi merupakan salah satu pengguna sumber daya alam terbesar. Akan tetapi, sifat terbatas dari sumber daya alam dan perubahan iklim yang terjadi beberapa dekade terakhir ini telah meningkatkan keprihatinan berbagai pihak yang pada akhirnya mendorong perusahan konstruksi untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan. Hal tersebut menjadi landasan dilakukannya pembangunan di sektor konstruksi berkelanjutan.
Yang menjadi pertanyaannya, apa yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim itu terjadi? pembicaraan tentang kerusakan lingkungan dan krisis iklim sering kali tidak mengikutsertakan kapitalisme sebagai variabel utama kerusakan alam. Padahal sejarah perubahan iklim adalah sejarah sistem kapitalis. Indonesia sebagai negara berkembang, tentu punya model pembangunan berkiblat pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Cina. Namun konsep konstruksi berkelanjutan masih baru bagi industri konstruksi di Indonesia. Infrastruktur yang dilakukan oleh industri konstruksi di Indonesia hanya mengandalkan pencapaian jangka pendek dan terkesan hanya mengejar keuntungan (profit), cenderung mengabaikan prospek berkelanjutan secara holistik, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan, ekonomi dan sosial. Oleh karena pemerintah Indonesia menyadari konstruksi berkelanjutan akan berdampak positif pada industri konstruksi, maka konsep tersebut digaungkan dan diharuskan kepada seluruh sektor industri wabilkhusus industri konstruksi untuk menerapkan konsep konstruksi berkelanjutan tersebut. Keseriusan ini bisa dilihat, ketika pemerintah melalui Kementerian PUPR menerbitkan Permen PUPR Nomor 09 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan. Namun disaat yang sama pemerintah juga membiarkan kapitalisme tumbuh subur di Indonesia, padahal salah faktor kerusakan alam dan krisis iklim itu terjadi karena disebabkan oleh sistem kapitalisme yang tidak manusiawi. Dede Mulyanto dalam bukunya yang berjudul “Geneologi Kapitalisme; Antropologi dan Ekonomi Politik, Pranata Eksploitasi Kapitaistik” dia mengatakan bahwa, kapitalisme tidak dilihat sekedar sebagai sistem ekonomi, melainkan relasi sosial yang sudah merasuk ke relung-relung kehidupan kita.
Tentu kita tidak dalam posisi menolak industri, karena logika penolakan terhadap industri itu sama halnya dengan kita menolak kemajuan suatu daerah. Tetapi kita dalam posisi menentang sistem kapitalisme yang bercokol di Indonesia tidak mengedepankan unsur ekonomi, sosial dan lingkungan sebagaimana konsep berkelanjutan, justru cenderung mengabaikan. Di sektor industri pertambangan misalnya ada konsep Good Mining Practice, yang harus diterapkan oleh perusahan dalam melakukan operasi pertambangan dari awal hingga akhir. Good Mining Practice merupakan kaidah penambangan yang baik dan turut berkontribusi dalam menaati aturan, terencana dengan baik, mengendalikan dan memelihara fungsi lingkungan, menjamin keselamatan kerja, mengakomodir keinginan dan partisipasi masyarakat, meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, serta menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Namun realitasnya, justru berbanding terbalik. Akankah Sustainable Construction secara realitas sama halnya dengan konsep Good Mining Practice? Jawabannya selama pemerintah atau state tidak berani memberikan intrupsi pada perusahan yang dikuasai oleh kapitalisme, maka sudah barang tentu sama. Ini bisa dilihat dari masalah yang terjadi beberapa dekade terakhir, terjadinya perampasan ruang hidup dan konflik horizontal antar sesama kelompok masyarakat.
Padahal konsep berkelanjutan berangkat dari suatu tujuan yang mulia, yaitu mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat saat ini dan bagi generasi yang akan datang. Kondisi berkelanjutan ini dapat tercipta jika pembangunan tersebut dapat memenuhi tiga tujuan sekaligus, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan mempertimbangkan ketiga aspek tersebut, pembangunan akan dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat secara inklusif, tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, dan dengan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Namun lagi-lagi, model pembangunan kita masi menggunakan prespektif ekonomi kapitalistik sebagaimana digambarkan oleh Martin Staniland.
“Pembangunan tidak hanya masalah ekonomi, tetapi masalah kemanusiaan. Karenanya tolak ukur keberhasilan suatu pembangunan adalah, life sustenance, self esteem dan liberation.” (Denis Goulet).
Oleh: Irawan Asek
Penasehat Study Club 17 Kreativitas Intelektual Teknik Sipil (17KRITIS SC)