Halsel — Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 69 tahun 2021 atas perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor: 191 tahun 2014, tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), maka minyak tanah (Kerosene) merupakan kategori jenis BBM tertentu, yang di subsidi oleh pemerintah untuk kebutuhan rumah tangga.
Berdasarkan Perpres tersebut maka, Minyak Tanah (Mita) telah ditentukan harga jual eceran oleh pemerintah yakni Rp. 3.500 per liternya, sehingga pelaku usaha dalam hal ini pangkalan minyak tanah yang mendapatkan ijin dari pemerintah untuk melayani kebutuhan rumah tangga, dilarang keras melakukan pendistribusian BBM jenis Mita diluar harga yang telah ditentukan pemerintah pusat.
Namun hal ini tidak terjadi di Kecamatan Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), pasalnya sejumlah pangkalan Mita di Desa Guruapin dan Desa Bajo, Kec. Kayoa, membandrol harga BBM bersubsidi jenis Mita mulai dari Rp. 5.500 hingga Rp. 6.000 per liternya.
Sejumlah pemilik pangkalan Mita saat dikonfirmasi awak media pada Selasa, 26 April 2022 kemarin, mengakui bahwa pihaknya mendistribusi BBM bersubsidi jenis Mita, dengan harga Rp. 5.500 hingga Rp. 6.000 per liter kepada warga masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga.
Menurut mereka, harga eceran ini dibandrol pihaknya dengan harga demikian, sebab agen Mita membandrol harga kepada mereka sebesar Rp. 4.250 per liternya, sehingga mereka menjualnya ke masyarakat dengan harga Rp. 5.500 hingga Rp. 6.000, untuk memperoleh keuntungan.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Halsel, Nurdin, saat dikonfirmasi awak media via telepon seluler, membenarkan bahwa harga eceran BBM jenis Mita pada pangkalan di Kab. Halsel, khusunya diluar Kota Bacan memang harganya demikian, karena pihak agen juga membandrol harga diatas dari harga subsidi.
Menurut Nurdin, terkait dengan hal tersebut pihaknya juga sudah melakukan peninjauan di lapangan, dan telah memperoleh informasi bahwa BBM jenis Mita ini dijual diatas harga karena anggaran operasionalnya terlalu besar.
“Sehingga jika mereka menjual dengan harga sebagaimana ditetapkan pemerintah maka tidak ada keuntungan diperoleh,” terangnya.
Ia mengaku bahwa pihaknya juga sudah membuat juknis untuk harga BBM bersubsidi sebagai rujukan, namun hingga saat ini juknis yang dibuat tersebut belum dibahas di DPRD Halsel.
“Padahal juknis ini sudah cukup lama dibuat namun hingga hari ini Komisi II DPRD Halsel, belum ada tanggapan terkait dengan juknis yang dibuat oleh pihaknya tersebut,” ungkapnya
Nurdin berharap agar komisi II DPRD Halsel secepatnya menanggapi juknis yang telah dibuat pihaknya, sehingga persoalan harga BBM bersubsidi jenis Mita ini dapat memiliki dasar hukum, sehingga tidak ada polemik ditengah-tengah masyarakat.