Ternate — Statement Sekertaris Provinsi (Sekprov) Maluku Utara (Malut), Samsudin A. Kadir, terkait dengan tumpang tindih Ijin Usaha Pertambangan (IUP) ditanggapi serius oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Ternate, M. Konoras, SH. MH.
Diketahui Sekprov Malut Samsudin A. Kadir, melalui beberapa media online maupun cetak, menyampaikan bahwa persoalan tumpang tindih IUP merupakan hal biasa dan akan ada mekanismenya. Statement ini langsung dengan tegas ditanggapi oleh Ketua DPC Peradi Kota Ternate.
M. Konoras, SH. MH, Ketua Peradi Kota Ternate, kepada media ini, Sabtu (12/2), menyampaikan bahwa statement yang disampaikan Sekprov Malut ini, akan berdampak pada kewibawaan Gubernur sebagai penanggungjawab di daerah, terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi tambang di daerah dan bisa saja terjadi konflik yang justru merugikan Pemerintah Daerah serta rakyatnya sendiri.
Menurut Ko Ama sapaan akrab M. Konoras, bahwa UU tidak membolehkan IUP itu salaing tumpang tindih, karena tidak mungkin satu lokasi pertambangan memiliki dua ijin, hal ini akan berakibat pada adanya kerusakan lingkungan dan sulit dimintai pertanggungjawaban pidana, karena saling lempar tanggungjawab.
Ia mengatakan, pasca berlakunya UU Minerba, maka semua ijin – ijin pertambangan dialihkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat untuk mengeluarkan ijin tersebut.
“Sehingga Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah hanya diberikan hak untuk merekomendasi ke Menteri, guna mendapatkan ijin setelah badan hukum Perusahan memenuhi beberapa syarat diantaranya syarat administrasi, syarat tehnis, syarat lingkungan dan syarat finansial, serta syarat – syarat lainnya,” ujar Ko Ama.
Jika dilihat dari aspek hukum lanjut Ko Ama, ketika kewenangan memberikan IUP itu sudah menjadi kewenangan Pemerintah pusat, maka ijin – ijin sebelumnya telah menjadi gugur dan atau harus direview kembali, hal ini dilakukan guna mendapatkan ijin baru berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah pusat.
“Jadi menurut saya pernyataan Sekprov Malut, terakit dengan tumpang tindih IUP merupakan hal biasa, maka ini ada masalah besar yang patut dicurigai. Karena makna tumpang tindih itu sendiri adalah merupakan masalah besar yang harus diselesaikan, bukan seenaknya mengatakan itu tidak ada masalah,” tegas Ko Ama yang juga salah satu praktis Hukum ini.
Ko Ama juga berharap Gubernur wajib menertibkan ijin – ijin yang saling tumpang tindih tersebut, karena bisa saja ada indikasi terkait suap menyuap dalam mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.
Selain itu ia juga meminta kepada Sekprov Malut sebagai pejabat publik, agar tidak mengeluarkan statement diluar ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yang menimbulkan gejolak pemikiran di tengah-tengah masyarakat.