Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Nikel dari Tanah Terampas: Kriminalisasi Warga dan Pertarungan Kuasa Antar-Korporasi di Halmahera. Dalam laporan setebal 45 halaman itu, JATAM menyingkap konflik perebutan nikel di Halmahera Timur, pusat kehidupan adat yang berubah menjadi arena benturan korporasi tambang, jaringan modal-politik, dan aparat negara.
Bagian kelima laporan tersebut, JATAm menguraikan secara detail aktor dan jaringan kekuasaan yang berada di balik PT Position yang melintasi Jakarta-Bermuda-Beijing yang mengunci ruang kendali, dan “keajaiban” bagaimana ekosistem, sejarah, serta martabat orang Halmahera dikorbankan demi keuntungan segelintir elit.
Struktur Kepemilikan Mengarah ke Holding: Kendali 51% Tanito Harum Nickel dan Jaringan Modal Asing

Di balik operasi tambang nikel PT Position di Halmahera Timur, Maluku Utara, terdapat jejaring besar yang terhubung dengan kelompok bisnis keluarga Barki—melalui induk usaha Harum Energy Tbk. Sejak 2024, PT Position berada sepenuhnya di bawah kendali PT Tanito Harum Nickel (THN), anak usaha Harum Energy. Pola ini menggambarkan arah baru konglomerasi besar yang tengah menggeser fokus bisnisnya dari batubara menuju nikel—komoditas strategis dalam rantai pasok kendaraan listrik.
Kepemilikan mayoritas PT Position dipegang oleh Tanito Harum Nickel sebesar 51%. Sisanya dimiliki Nickel International Capital Pte. Ltd. dari Singapura. Namun meski ada nama asing dalam struktur, arus pengambilan keputusan tetap bermuara pada Harum Energy sebagai holding grup.
Sumber internal menyebut struktur ini membuat seluruh kebijakan operasional—mulai dari ekspansi izin, strategi hilirisasi, hingga penanganan konflik lahan—ditentukan secara terpusat.
“Arah kebijakan selalu kembali ke grup Harum. Position hanya salah satu pintu operasional, bukan pusat kendali,” ujar seorang analis pertambangan yang rutin memantau pergerakan korporasi energi nasional.
Di lapangan, PT Position bukan berdiri sendiri. Jaringan usaha THN menghubungkan PT Position dengan sejumlah perusahaan lain di sektor nikel dan smelter: PT Infei Metal Industry (IMI), PT Westrong Metal Industry (WMI), PT Blue Sparking Energy (BSE), dan PT Harum Nickel Perkasa (HNP). Sebagian besar beroperasi di Kawasan Industri Weda Bay.
Proyek unggulan BSE saat ini sedang membangun fasilitas High-Pressure Acid Leaching (HPAL) berkapasitas 67.000 ton setara nikel per tahun. Proyek ini menempatkan grup Harum sebagai salah satu pemain terbesar dalam rantai bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Konglomerasi Harum Energy: Dari Batubara ke Nikel, dari Kalimantan ke Weda Bay
Harum Energy, sebagai induk, menguasai sejumlah tambang batubara utama di Kalimantan melalui Mahakam Sumber Jaya, Santan Batubara, Bumi Karunia Pertiwi, dan lainnya. Selain itu, mereka juga memiliki perusahaan pelayaran dan logistik seperti Layar Lintas Jaya dan Lotus Coalindo Marine.
Beberapa tahun terakhir, fokus grup ini perlahan bergeser ke nikel. Ekspansi dilakukan melalui akuisisi smelter, pendirian pabrik HPAL, dan kemitraan internasional—salah satunya dengan Eternal Tsingshan Group Limited dari China, pemain global di industri nikel dan stainless steel.
Analisis pasar menggambarkan manuver ini sebagai strategi bertahan menghadapi transisi energi. Batubara perlahan kehilangan relevansi global, sementara nikel menjadi komoditas strategis dalam revolusi mobil listrik.
Tokoh-tokoh Kunci: Dari Keluarga Barki hingga Mantan Petinggi Polri dan Jejaring Offshore
Di pucuk kepengurusan PT Position dan perusahaan terkait, terdapat figur-figur penting dengan pengaruh kuat:
Lawrence Barki – Pengendali Generasi Baru
Sebagai Komisaris PT Position, Lawrence Barki adalah representasi generasi penerus keluarga Barki. Ia juga Presiden Komisaris Harum Energy sekaligus pemegang kepemimpinan di berbagai anak usaha—mulai dari batubara hingga smelter.
Stephanus Eka Dasawarsa Sutantio – Direktur Utama dengan Jejak Offshore dan Kasus BLBI
Stephanus Eka, Direktur Utama PT Position, tercatat pernah menjadi direktur IMC Plantations Holdings LTD di Bermuda, yang masuk dalam bocoran Paradise Papers milik ICIJ. Ia juga pernah diperiksa KPK terkait kasus mega korupsi BLBI dalam kapasitas sebagai pejabat BPPN.
Kombinasi jejak profesionalnya kerap disebut publik sebagai salah satu titik sensitif dalam isu tata kelola sektor sumber daya alam.
Hariyadi – Direktur Teknis dengan Karier 4 Dekade
Hariyadi, Direktur PT Position, juga menjabat Direktur Harum Energy berdasarkan RUPS 2025. Ia memulai karier sejak 1988 di Kaltim Prima Coal. Jejaknya di Tanito Group menjadikannya sosok kunci dalam urusan operasional tambang.
Ia juga menjabat Wakil Ketua Bidang Teknologi Batubara Bersih dan Hilirisasi di APBI-ICMA hingga 2029.
Yun Mulyana – Mantan Wakapolri di Kursi Komisaris
Yun Mulyana, Komisaris Harum Energy, adalah mantan Wakapolri (2001–2002) dan eks Kapolda Jawa Barat. Kehadirannya menambah dimensi strategis dalam hubungan eksternal perusahaan, terutama terkait aspek keamanan dan regulasi.
Kenneth Scott Andrew Thompson – Penghubung Internasional
Scott Thompson, Komisaris PT Position, adalah profesional Inggris dengan pengalaman panjang di Anglo American, Adaro Indonesia, dan Marston & Marston. Ia juga merupakan Direktur Harum Energy.
Cao Zhiqiang & He Xiaozhen – Representasi Kapital Tiongkok
Cao Zhiqiang, Direktur PT Position, dan He Xiaozhen, Komisaris, membawa kepentingan modal dan jaringan Tiongkok. Keduanya mewakili hubungan strategis dengan Nickel International Capital Pte. Ltd. dan grup Tsingshan. Kehadiran mereka mencerminkan dominasi investasi asing dalam sektor hilirisasi nikel Indonesia.
“Ini bukan sekadar investasi asing biasa. Ini adalah struktur modal global yang mengatur ekosistem nikel dari tambang, logistik, hingga smelter,” ujar seorang akademisi ekonomi politik Maluku Utara.
Kendali Penuh di Atas Tambang Halmahera, Jaringan Besar di Belakangnya
PT Position bukan perusahaan tunggal, melainkan bagian dari struktur besar yang menghubungkan modal domestik, modal asing, figur senior kepolisian, profesional teknis, dan jaringan offshore internasional. Seluruhnya bergerak untuk memastikan kontrol atas sektor nikel—komoditas strategis masa depan.
Struktur seperti ini membuat setiap konflik lapangan—baik terkait IUP, sengketa lahan, maupun dugaan pelanggaran lingkungan—tidak pernah berdiri sendiri. Selalu ada jaringan lebih besar yang bekerja di belakangnya. (Tim)


