Ternate — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM ) mendesak kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut), segera tuntaskan sejumlah dugaan kasus Tindak Pidana Korupsi (Korupsi) di Provinsi Maluku Utara yang sampai sejauh ini belum di selesaikan bahkan, tidak ada progres dalam proses penyelesaian.
Ketua Bidang (Kabid) SDM dan LHK DPP GPM, Sartono Halek, kepada media ini Senin (16/5), menyampaikan bahwa sejumlah dugaan kasus Tipikor hingga saat ini belum ada kepastian status hukumnya, karena lambannya Kejati Malut dalam mengusut kasus-kasus tersebut.
Bung Tono sapaan akrab Sartono Halek menuturkan, misalnya proses penyelesaian dugaan kasus Tipikor Perusahan Daerah (Perusda) Kota Ternate, yang diduga menyeret sejumlah pejabat Daerah Kota Ternate, juga dugaan kasus Tipikor pembelian eks rumah Dinas Gubernur yang diduga bermasalah.
“Kami juga mendesak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, agar segera telusuri pembelian eks ruma Dinas Gubernur Malut, oleh pemerintah Kota Ternate melalui salah satu oknum mantan kepala dinas kota Ternate saat itu,” tegasnya.
Lebih lanjut bung Tono, yang juga menjabat selaku Ketua DPD GPM Malut ini, mendesak kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Ternate, segera tuntaskan duggan kasus korupsi anggaran Haornas Kota Ternate tahun 2018 lalu, dimana ini diduga menyeret sejumlah pejabat daerah kota Ternate dan salah satunya mantan Sekda Kota Ternate, yang saat ini menjabat selaku Walikota Kota Ternate.
“Olehnya itu Kejari Ternate segera melakukan pemanggilan kepada Walikota Ternate Dr. M. Tauhid Soleman, guna diminta keterangan sebagai saksi dalam kasus ini, agar tidak terkesan ada kong kalikong antara Kejari dan Walikota Ternate, dibalik kasus Haornas dimaksud,” ujar Tono.
Ia juga berjanji bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan aksi ekstra parlemen, untuk memperluas masalah ini hingga lembaga penegakan hukum menyikapi sejumlah masalah dugaan kasus Korupsi di wilayah Malut dan Kota Ternate khususnya,
“Menurut hemat kami sengaja ini sengaja dimainkan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga kasus-kasus ini seakan tersendat atau kebal hukum,” beber Tono
Hal ini, kata Tono, telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2021, atas perubahan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara Negara, yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).