Beranda News Gelar Aksi Demonstrasi, GPM Desak Kejati Malut Usut Tuntas Sejumlah Kasus

Gelar Aksi Demonstrasi, GPM Desak Kejati Malut Usut Tuntas Sejumlah Kasus

0
336

GPM Malut, gelar aksi di depan Kantor Kejari Malut

Ternate – Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Provinsi Maluku Utara (Malut), gelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut. Dalam aksi tersebut massa aksi mendesak Kejati Malut, untuk segera mengusut tuntas sejumlah kasus, baik itu kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maupun kasus Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Rabu (28/5).

Koordinator aksi, Sartono Halek, saat diwawancari awak media disela-sela aksi tersebut, menegaskan bahwa pelayanan pemerintah terhadap masyarakat merupakan keharusan konstitusi, yang harus dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa ada penyimpangan dalam setiap pengambilan kebijakan.

Hal ini kata, Bung Tono, sapaan akrab Sartono Halek, sudah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun terjadi di lingkup Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Malut, ahir-ahir ini menjadi sorotan public terutama sejumlah permasalahan seperti pertambangan, lingkungan đan serta praktik korupsi.

“Dengan adanya berbagai persoalan ditubuh Pemprov saat ini, maka dalam kesempatan ini kami bertandang ke Kejati Malut, melalui aksi demonstrasi guna mendesak agar pihak Kejati selaku penegak hukum, untuk lebih jeli dalam memastikan status hukum sejumlah persoalan dimaksud,” pungkas Bung Tono.

Bung Tono, juga mendesak kepada pihak Inspektur Tambang dan Badan Pengendali Lingkungan Hidup (BAPEDAL), agar mengeluarkan rekomendasi pemberhentian aktifitas pertambangan, untuk sejumlah perusahan yang bercokol di daratan Halmahera saat ini.

“Kami minta dengan tegas kepada Inspektur Tambang dan BAPEDAL, agar segera memberhentikan aktivitas dua tambang, diantaranya yakni PT. Jaya Abadi Semesta (JAS) dan PT. Alam Raya Abadi (ARA), yang beroperasi di wilayah Wasilei, Halmahera Timur (Haltim),” tegas Bung Tono.

Selain Inspektur Tambang dan BAPEDAL, GPM Malut juga mendesak Kementerian ESDM, untuk mencabut ijin operasi PT. JAS dan PT. ARA, karena dinilai dua perusahan tambang Nikel ini telah mencemari lingkungan, yang mengakibatkan tercemarnya sejumlah lahan sawah milik warga, dengan areal luas sawah kurang lebih 30 hektar.

“Jadi dampak dari aktivitas penambangan tersebut, tidak hanya mencemari sungai dan laut hingga mengakibatkan kerusakan pada biota laut, akan tetapi juga merusak sawah milik warga sekitar. Sehingga hal ini tidak bisa dibiarkan pemerintah baik pusat maupun daerah,” beber Bung Tono.